Ilalang Kecil Ayah


Tugas Bahasa Indonesia ku ^^
Cerpen ^^

Langitpun masih biru dan awanpun terlihat banyak bergantungan di langit. Banyak orang hilir mudik, membawa berbagai bawaan atau membawa dagangan untuk dijajakan. Sering juga terdengar suara informasi untuk calon – calon penumpang. Ramai.

Terlihat seorang gadis duduk di sebuah bangku. Ilalang. Dalam tangannya, ia membawa sebuah pena dan buku catatan kecil. Tapi tak ada goresan apapun yang ia buat di lembaran buku itu. Matanya terus tertarik memandangi hiruk pikuk kesibukan di pemberhentian kereta itu.

“Ilaa’..” Terdengar seseorang memanggil nama panggilannya dan sebuah tepukan mendarat di bahu Ilalang. Seketika itu pula ia menoleh dan mendapati seorang pemuda tersenyum manis kepadanya dan berusaha menyembunyikan pergerakan nafasanya yang belum teratur. Damar.

Dengan muka heran Ilalang menatap Damar. “Kok sampai ngos-ngosan gitu, Mar ?” Tanya Ila’ dengan nada halus.

“Aku nyariin kamu, La’. Aku telepon kamu, ngga kamu angkat. Sms kamu juga ngga kamu balas. Aku ke rumahmu, ibu mu bilang kamu lagi pergi. Aku sudah menduga, kamu pasti lagi disini.”Jawab Damar dengan senyuman.
Ila’ hanya tersenyum untuk merespon jawaban Damar.

“Lagi ada masalah ya, La’?” Tanya Damar. Ila’ menggeleng. “Ayolah, ngga mungkin kamu ngga ada masalah kalau seperti ini. Aku tahu kamu banget, Ilalang. Disini itu tempat pelarianmu untuk menenangkan diri dari masalah. Aku tahu kamu banget.” Ucap Damar dengan tatapan yang begitu mendalam.

Ila’ pun merasakn tatapan mata itu. Sebuah tatapan yang sulit dielak. Ya, Ila’ memang butuh seseorang unutk menampung apa yang dia rasakan. Dan sekarang di depannya sudah ada orang yang telah ia percayai, seseorang yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, selalu ada buatnya. Haruskah ia menyembunyikan sesuatu yang ingin di keluarkan dari dalam hatinya ?

“Ini tentang ayahku, Mar?” Ila’ mengawali ceritanya.

“Ada apa, La’? Ayahmu sudah pulang dari berlayar? Asyik dong!” Respon Damar dengan menunjukkan ekspresi kesenangan.

Ila’ menggeleng. Ia menatap Damar, “Maaf Mar, aku telah membohongi kamu, dan teman – temanku disini. Ayahku bukan seorang pelayar. Kalian tidak pernah bertemu beliau bukan karena ayahku pergi berlayar bertahun - tahun. Aku adalah seorang anak dari keluarga Broken Home.” Ila’ mengalihkan pandangannya ke langit, matanya sayu.

“Ayah dan ibuku berpisah saat aku masih SD. Aku ngga tahu apa sebabnya, apa alasannya saat itu dengan jelas, sampai saat ini aku juga masih ngga tahu. Setiap aku tanya Ibu, Ibu ngga mau jawab. Mungkin dulu aku masih kecil sehingga tidak perlu tahu apa sebabnya. Namun apakah aku yang sekarang ini sudah SMA masih kecil yang masih ngga perlu tahu sebab yang jelas?” Ila’ menghela nafas dengan berat.

“Mungkin itu terlalu menyakitkan bagi Ibu mu untuk diceritakan kembali. Mungkin juga untuk menghindari trauma psikis buatmu, La’. Ayolah berpikir positif saja! ” Hibur Damar.

Ila’ kembali memandang Damar. “Mungkin….” Sebuah senyuman kecil terlukis dibibir Ila’. “Tapi ada yang lebih aku bingungkan, Mar. Ibuku melarangku bertemu ayah samapi saat ini. 5 tahun aku ngga pernah bertemu ayah lagi. Sehabis perceraian itu, ibuku langsung membawaku pindah ke kota ini. Sekali lagi, aku ngga pernah dapat alasan yang jelas untuk ini.”

“Sampai saat ini ngga pernah bertemu? Ngga ada komunikasi?” Tanya Damar. Ila’ menggeleng.

“ Udahlah, Mar. Aku sudah lumayan lega kok sudah cerita apa yang ada di hatiku sama kamu.” Jawab Ila’ dengan tersenyum manis. Suatu pemandangan yang Damar sukai.

“Mar, nyari minuman yuk. Haus !”

“ Ayo !“ Jawab Damar dan merangkul Ila’. Mereka berjalan menyusuri stasiun. Melihat pemandangan. Bercanda ria. Ila’ pun merasakan bebannya hilang seketika ketika sudah ia keluarkan apalagi sudah ditemani Damar. Mereka berhenti di sebuah warung kecil, membeli minuman.

“ Permisi, Nak.” Seorang lelaki setengah baya yang kebetulan juga membeli sesuatu di warung itu menyela keceriaan mereka. Ila’ terpaku menatap lelaki itu. Dia tak percaya.

“Kamu Ilalang, bukan?” Tanya lelaki setengah baya itu. Pertanyaan itu semakin mebuat Ila’ tercekat. Mata Ila’ tidak asing melihat lelaki tua ini.

“Ayah .. ?” Ucap Ila’ dengan terbata – bata. Tatapannya penuh harap. Lelaki tua itu memeluk Ilalang. Ila’ menagis.

“Yah, kenapa baru bisa kesini ? kenapa baru nengok Ila’?”

“Maafkan Ayah, La’. Sebaiknya kita bicarakan ini di tempat lain. Ayo kita cari tempat. Mumpung kereta Ayah masih lama datangnya.” Ucap Ayah sambil mengelus kepala Ila’. Merangkulnya dan mengajak Ila’ beranjak dari warung itu untuk meninggalkan warung kecil itu. Ila’ menengok ke arah Damar. Bibirnya berbicara namun tak terdengar suara, tapi Damar tahu. Ila’ berkata “Ayo ikut, Mar!” Damar pun mengikuti mereka.

Mereka berhenti pada sebuah kafe yang masih berada dalam stasiun. Ayah Ila’ memanggil pelayan dan mereka pun duduk di sebuah meja. Mereka pun masing – masing memesan salah satu minuman yang terdapat dalam selembar daftar menu kafe tersebut.

“Yah, kenalin. Ini Damar, temen deket Ila’ . Orangnya baik lo yah !” Ila’ memperkenalkan Damar dan tersenyum riang dengan sura khasnya yang manja. Damar pun melempar senyum kepada ayah Ila’ dan mengulurkan tangan ke Ayah Ila’. Tanda perkenalan.

“Wah, teman apa teman ?” Canda ayah Ila’ sambil tertawa terkekeh dan menyambut uluran tangan Damar. Ila’ dan Damar pun saling berpandangan dan tersipu.

“ Ayo yah, ceritain tentang ayah dan ibu. Ila’ kan sudah besar, ngga apa dong Ila’ tahu. Kan Ila’ juga harusnya sudah tahu yang sebernarnya , Ayah.” Pinta Ila’ dengan nada seperti seorang anak kecil yang meminta permen. Ayah Ila’ kaget namun beliau dapat menyembunyikannya dengan senyuman pengertian yang beliau berikan ke Ila’. Damar pun juga mengerti apa yang seharusnya ia lakukan.

“ Maaf Om, La’ . Sebaiknya saya pindah tempat saja.” Ila’ dan ayahnya hanya memberikan senyuman yang menandakan mereka setuju dengan permintaan Damar. Damar pindah ke meja ujung dekat jendela yang menunjukkan keramaian kegiatan di stasiun kecil itu. Damar memandangi dan kemudian merasakan ada sebuah perasaan senang , tenang, terhibur dengan memandangi hiruk pikuk di stasiun itu. “Pantas saja Ila’ suka banget kesini untuk menenangkan diri.”gunggam Damar dalam hati.

Beberapa lama Damar menunggu sambil memandangi dari kaca jendela kafe. Seuah sentuhan halus tangan Ila’ menyentuh bahunya. Damar menoleh. Senang. Wajah Ila’ terlihat lebih cerah dari biasanya yang juga dihiasi senyum manisnya. Damar tersenyum.

“Ayo ikut nganter Ayahku samapi ke keretanya. Sudah saatnya ayah ku pulang kembali ke kotanya.” Suara manja Ila’ terdengar renyah di telinga Damar. Damar tersenyum dan menggandeng tangan Ila’ beranjak dari kafe dan berjalan menuju sebuah kereta jurusan Surabaya. Ila’ sungguh tenang , sungguh senang. Dia berjalan di rangkul oleh Ayahnya dan digandeng oleh Damar. Sebelum Ayah Ila’ memasuki gerbongnya, Beliau menghentikan langkahnya.

“Ilalang sayang, jaga dirimu dan ibumu baik – baik ya. Jangan kecewakan ibumu ya. Mulai saat ini ayah akan sering nengokin kamu. Jangan khawatir. Ayah sayang kamu.” Ucap ayah Ila’ sambil mengelus kepala Ila’ dengan sayang. Ila’ memeluk ayahnya dengan matanya yang sudah mulai basah menahan air matanya.

“Ila’ juga sayang Ayah” bisik Ila’ di pelukan ayahnya. Ayanya tersenyum dan mencium rambut panjang Ila’.

“ Damar, jaga baik baik Ilalang kecil Om, ya!” kata Beliau dengan tersenyum.
Damar tersenyum malu namun senang. “Siap, Om!”.

Ila’ menncubit lengan ayahnya , namun ia pun ikut tersenyum. Ayah Ila’ beranjak menuju ke keretanya. Mata Ila’ tak hentinya memandang kepergian ayahnya , sampai kereta itu berjalan dan menghilang.

Awan di langit masih tergantung indah di langit yang sekarang warnanya sudah berubah menjadi jingga. Indah. Burung – burung mulai bertebangan di langit untuk kembali ke sarangnya masing – masing. Angin pun berhembus pelan. Cerah sore itu.

“Mau pulang, La’?” Tanya Damar lembut sambil mengulurkan tangannya. Ila’ mengubah pandangannya ke Damar. Bibirnya melengkung indah menghias wajah mungilnya. Dan tangannya meraih uluran tangan Damar.

Disela senyum riangnya Ila’ berkata , “Ayo , Mar. Makasih buat hari ini, Indah banget.”
Previous
Next Post »